perjanjian atau kontrak asuransi


Soal latihan pak ketut

1        Jelaskan apa yang dimaksud kontrak komutatif dan aleatoris?
2        Apakah perjanjian asuransi adalah perjanjian untung-untungan, apa yang Anda ketahui, sebutkan dasar hukumnya !
3        Jelaskan prinsip indemnitas dan proximate cause, beserta dasar hukumnya !
4        Pada umumnya perjanjian asuransi adalah informal, jelaskan dan kaitkan dengan perjanjian formal !
5        Perjanjian asuransi memiliki prinsip keterbukaan dan keseimbangan, jelaskan prinsip itikad baik dan insurable interest !
6        Apa yang dimaksud unilateral dan apa hubungannya dengan 1320 KUH perdata ?
7        Sebutkan prinsip asuransi yang pada umumnya memenangkan tertanggung !
8        Kontrak asuransi adalah kontrak adhesi, coba jelaskan dan kaitkan dengan kontrak bargining !

Jawab

  1. Kontrak  dapat  juga   digolongkan  sebagai  commutative   atau   aleatory.   Kontrak commutative   adalah   suatu  persetujuan  dimana  masing-masing  pihak  menentukan lebih  dahulu   nilai   yang  akan  dipertukarkan,  artinya   masing-masing  pihak  saling  menukarkan  barang   yang  mempunyai   nilai  (harga)  yang  sama.   Suatu  contoh untuk  kontrak  kerja  pembangunan  gedung,  maka  pihak  kontraktor   akan melakukan  tawar-menawar   dengan  pemilik   gedung  atas   barang   dan  jasa   yang ditawarkan   sampai   kata   sepakat,   Kontrak  untuk  mendirikan  gedung  tersebut  adalah   contoh  kontrak  commutative.   Pada  waktu  konrak   dibuat,   kedua   belah pihak  menentukan  jasa   atau   barang   yang  akan  dipertukarkan   dan   masing-masing pihak  menerima  barang/jasa   yang  disetujui   oleh   mereka  sebagai  barang   bernilai yang  sama  sebagaimana  ditentukan   dalam   isi   kontrak. Pada  umumnya  kontrak seperti   itu  termasuk   kategori   “suka  sama  suka”  dan   digolongkan  sebagai commutative . 

Dalam   kontrak  aliatoris  atau   aleatory  contract ,  adalah   suatu  kontrak  dimana suatu  pihak  memberikan  atau   menyediakan  sesuatu  yang  berharga   atau   bernilai kepada  pihak  lainnya   sebagai  pertukaran   atau   imbalan   janji-janji   yang  telah diberikan,  yaitu  janji-janji   bahwa   pihak  lainnya   akan  melakukan  tindakan   atau  perbuatan  tertentu   jika   sesuatu  ketidakpastian  tertentu   terjadi   atau   timbul.   Jika  kejadian   tersebut   timbul   maka  apa   yang  telah  dijanjikan   harus  dilaksanakan.  Dengan  demikian,  pada  kontrak  aleatory,  jika   suatu  peristiwa   itu  terjadi   maka satu   pihak  dapat  menerima  sesuatu  yang  lebih  besar  nilainya  dari   satu   pihak  yang memberi. 

Dalam   sebuah  kontrak  aleatori,  janji   oleh   satu   pihak  disyaratkan   atas  
terjadinya  suatu  kejadian   yang  tidak  dapat  diduga.  Beberapa  perjanjian  aleatori merupakan  perjanjian  tidak  sah   namun   beberapa  yang  lain   sah. Perjanjian-perjanjian  pertaruhan   atau   judi   merupakan  perjanjian/  kesepakatan  yang  tidak sah. Kontrak-kontrak  asuransi  merupakan  kesepakatan-kesepakatan  yang  sah  dan  dapat ditegakkan  oleh  pengadilan.  

Kejadian   yang  tidak  terduga  dalam   persyaratan  judi   atau   pertaruhan   dapat berarti   salah  satu   kuda  berlari   cepat  dari   yang  lain   dalam sebuah  balapan  atau  lemparan   dadu.  Kejadian   yang  tidak  diduga dimana  hal  yang  disyaratkan   oleh  kontrak  asuransi  dapat  berbentuk  kebakaran,   kecelakaan   kendaraan,   kematian  sakit,  tergantung   dari   jenis kontrak asuransinya. Perusahaan asuransi berjanji  untuk  membayar  uang  dengan terjadinya kejadianyang diasuransikan. 

Polis   asuransi  jiwa   adalah   kontrak  aleatory  karena   pelaksanaan  janji Penanggung  untuk  membayar  Uang  Pertanggungan  polis   adalah   tidak  pasti, tergantung   pada  kapan   peristiwa   yang  tidak  pasti  itu  terjadi,   yaitu  kapan  meninggalnya   Tertanggung.   Tidak  satu   orang  pun   yang  dapat  mengatakan dengan  pasti  kapan   seseorang  yang  jiwanya  dipertanggungkan   akan  meninggal. Pada  kenyataannya,  jika   polis   berakhir  atau   batal  sebelum   meninggalnya  Tertanggung  maka  apa   yang  dijanjikan   tidak  harus  dibayarkan,   sekalipun  sejumlah   premi  tertentu   telah  pernah   dibayar.  Sebaliknya,   meninggalnya  Tertanggung  dapat  saja   terjadi   segera   atau   beberapa  saat   setelah  polis  diterbitkan   dan   karenanya  Uang  Pertanggungan  harus  dibayar.  Ahli  waris  akan menerima  jumlah   Uang  Pertanggungan  yang  jauh   lebih  besar  dari   premi  yang telah dibayar/disetorkan. 

  1. Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum didalam KUHPer pasal 1774 disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, hal ini menjadi perdebatan oleh para sarjana karena ada yang setuju dengan pernyataan dalam pasal tersebut namun ada juga yang tidak setuju mengenai pernyataan tersebut. Menurut pihak yang menyetujui pernyataan tersebut asuransi termasuk kedalam perjanjian untung-untungan bersama dengan bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan ini dilaksanakan tergantung dengan pelaksanaan pihak penjamin. Jika pelaksanaan atas perjanjian ini terjadi maka penjamin akan mendapat kerugian, sedangkan jika pelaksanaan perjanjian ini tidak terjadi maka penjamin akan untung. Menurut Prof. Subekti, S.H perjanjian pertanggungan mengandung unsur “untung-rugi” yang digantungkan pada keadaan yang tidak tentu, pihak-pihak yang terdapat dalam perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung dapat memperoleh keuntungan atau kerugian dari peristiwa yang belum tentu ini.

Namun, menurut pihak yang yang tidak setuju, pernyataan bahwa perjanjian pertanggungan termasuk perjanjian untung-untungan disamping tidak tepat juga bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian itu sendiri.Alasannya adalah perjanjian untung-untungan mempunyai kecenderungan yangbesar menuju pertaruhan atau perjudian.Tujuan dari perjanjian untung-untungan tersebut, selalu berkaitan dengan kepentingan keuangan yang berkaitan dengan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti, dan keberadaan peristiwa tersebut baru dimulai setelah perjanjian itu ditutup. Jadi karakteristik dari perjanjian untung-untungan ini adalah berdasarkan pada kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif. Para pihak hampir tidak dapat mendeteksi terlebih dahulu kemungkinan besar yaitu 50 persen atau tidak. Oleh karena itu pada perjanjian untung-untungan tujuan utama hanya kepentingan keuangan yang sangat spekulatif. Lain halnya dengan perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan yang pada dasarnya telah mempunyai tujuan yang lebih pasti yaitu bertujuan mengalihkan resiko yang sudah ada dan berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang samasebelum kerugian terjadi. Posisi atau keadaan ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan menjanjikan adanya pemberian ganti rugi karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti. Jadi meskipunperistiwa yang belum pasti terjadi itu merupakan syaratyang sama-sama terdapat baik dalam perjanjian untung-untunganmaupun dalam perjanjian asuransi. Namun, dalam perjanjian untung-untungan peristiwa yang belum pasti tersebut bersifat spekulatif. Pada perjanjian untung-untungan justru resiko diciptakan oleh perjanjian itu sendiri, sedangkan pada perjanjian asuransi resiko itu sudah ada dan adanya resiko tersebut sudahmelalui perhitungan cermat didasarkan pada situasi dan kondisi dari pihak tertanggung sebelum perjanjian dibuat dan tujuan dari dilaksanakannya asuransi adalah memperalihkan resiko. Perbedaan lainnya adalah pada perjanjian untung-untungan suatu peristiwa yang belum tentuitu andaikata tidak terjadi maka tidak mengakibatkan kerugian ekonomi pada salah satu pihak. Sedangkan pada perjanjian asuransi bila suatu peristiwa tak tentu itu terjadi maka nyata-nyata akan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak yaitu pihak tertanggung.

Penulis berpendapat jika pernyataan bahwa perjanjian pertanggungan dikatakan termasuk kedalam perjanjian untung-untungan sebagaimana terdapat dalam KUHPer pasal 1774 tidak tepat. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pada pengertian perjanjian asuransi dalam pasal 246 KUHD dan pasal 1 angka (1) Undang-undang No.2 Tahun 1992 bahwa perjanjian asuransi adalah perjanjian yang tujuan utamanya adalah pengalihan resiko dari tertanggung ke penanggung yang di dalam pelaksanaannya juga terdapat berbagai ketentuan tersendiri. Dalam hal pengalihan resiko ini penanggung mendapat imbalan berupa premi, hal ini berbeda dengan konsep “untung-rugi” seperti yang terdapat pada perjanjian untung-untungan yaitu dimana perusahaan bergantung pada kejadian yang belum pasti agar mendapat keuntungan dari premi yang telah dikumpulkan dari tertanggung. Premi disini merupakan kesepakatan dari para pihak bahwa atas resiko yang diperalihkan tersebut dikenakan premi sehingga jika peristiwa yang dijadikan resiko dalamperjanjian tersebut terjadi dan tertanggung mendapatkan kerugian maka sudah menjadi kewajiban penanggung untuk membayarkan kerugian tertanggung, tidak ada konsep “untung-rugi” dalam hal ini karena kedua pihak sama-sama mendapatkan manfaat yang sesuai dengan tujuan semula dari perjanjian asuransi tersebut.

  1. Indemnity(Ganti Rugi),
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya mengembalikan posisi keuangan tertanggung seperti yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian. caranya dengan cash, repair, replace dan reinstatement

Prinsip ini tercermin dari Pasal 246 KUHD, yaitu pada bagian kalimat “untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Contoh:
a.      Harga pasar kendaraan sebesar 100 juta rupiah, diasuransikan sebesar 100 juta rupiah. Bila terjadi musibah sehingga kendaraan tersebut:

Hilang, dan harga pasar kendaraan saat itu :
·       100 juta rupiah, maka anda menerima ganti rugi sebesar 100 juta rupiah,
·       125 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar nilai yang diasuransikan, yaitu 100 juta rupiah, (Under Insured)
·       75 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar harga pasar, yaitu 75 juta rupiah. (Over Insured)

b.      Rusak akibat kecelakaan, maka biaya perbaikan, penggantian suku cadang, ongkos kerja bengkel seluruhnya akan menjadi tanggung jawab kami sehingga maksimum sebesar 100 juta rupiah.



Proximate Cause (Sebab akibat),

Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan suatu rangkaian kejadian yang menyebabkan suatu akibat, tanpa adanya interfensi dari suatu kekuatan yang berawal dan secara aktif bekerja dari sumber yang baru dan berdiri sendiri.


4        Ada   kontrak  yang  disebut  formal   (formil )  atau   kontrak  informal (informil ). Suatu  kontrak  disebut  formil   jika   bentuknya  mengikat secara hukum.  Kontrak formil   harus  memenuhi  persyaratan  khusus,  yaitu: dibuat secara   tertulis,  ditanda- tangani  secara   khusus   atau   dibubuhi   cap  ibu jari di atas segel atau materai yang sah dan bahkan dilakukan dihadapan pejabat pembuat akte. 
Instrumen ‐instrumen   yang  dapat  dirundingkan,   sebagai  contohnya;  memiliki instrumen   sebagai  akibat   kontrak‐kontrak  yang  mengikat   hanya  apabila  mereka mematuhi  syarat ‐syarat   khusus   sebagai  suatu  bentuk   sebuah  instrumen.  Instrumen   yang  dapat  dirundingkan   harus  dala m   bent uk  tertulis   dan  ditandatangani  oleh   pembuatnya.   Cheqeu/cek   adalah   salah  satu   instrumen   yang dapat  dirundingkan.   Sebuah  instrumen   yang  dapat  dirundingkan   bersifat mengikat  karena  bentuknya dan  oleh  karena  itulah  maka disebut kontrak formal .  

Dari   persyaratan  tersebut,   kontrak  asuransi  jelas   bukan   kontrak  formil.  
Kontrak  asuransi  jiwa   (polis)   adalah   kontrak  informil .   Disebut  informil   apabila kekuatan   huk umnya   tidak  tergantung   dari   bentuk   tertulis,  tetapi   lebih tergantung   pada  pemenuhan  persyaratan  mutlak   yang  menyebabkan   kontrak memiliki kekuatan  hukum. 

Kontrak  informil   dapat  dinyatakan   secara   lisan   maupun  secara   tertulis.  Persetujuan  yang  dibuat   secara   tertulis   semata‐mata  sebagai  bukti  adanya kontrak.    Dalam   hal  tertentu,   persetujuan  lisan   atau   kontrak  dapat  di ikat   secara  hukum.  Umpamakan:  anda  setuju   membayar  kepada  Sdr.   Anton  sebesar  Rp 50.000,‐  untuk  upah  memotong  rumput  pekarangan  pada  hari   Minggu,  maka secara   hukum   kita   wajib  membayar  Rp.  50.000,‐  kepada  Sdr.   Anton.    Hal  ini  berlaku  tanpa   melihat  apakah  persetujuan  itu  dibuat   tertulis   ataupun   tidak.   Jika  hal itu tidak dibuat  secara  tertulis maka persetujuan itu adalah  lisan. 

Dari   persyaratan  sahnya   suatu  kontrak  atau   perjanjian,  dapat  diketahui dari  elemen‐elemen  yang  penting  dalam   kontrak  asuransi  sebagai  suatu  kontrak informal  yang dapat dilaksanakan antara  lain:   

a.      Adanya suatu penawaran  (offer) dan  suatu penerimaan;  
b.      Pertimbangan ‐pertimbangan   yang  cukup   secara   hukum   atau pihak‐pihak  yang melakukan  kon trak  kompeten secara  hukum;  
c.       Sebuah bentuk  kontrak yang diperkenankan oleh  UU; dan   
d.      Para   pihak  yang  mengadakan  kontrak  tidak  dibawah   paksaan  atau   akibat ‐akibat  yang tidak semestinya.  


5        Utmost Good Faith (Itikad Paling Baik),
Suatu kewajiban baik penanggung maupun tertanggung untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan.

Material fact adalah fakta- fakta yang mempengaruhi pertimbangan penanggung untuk menaksep suatu risiko atau tidak.

Dasar hukumnya ada di KUHD pasal 251
Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan),
Hak untuk mempertanggungkan sesuatu yang timbul dari adanya hubungan/kepentingan keuangan yang secara sah diakui oleh hukum antara tertanggung dan objek pertanggungan.

Dasar hukumnya ada di KUHD pasal 250

6.      Dalam konsep perjanjian asuransi dikenal prinsip bilateral contract dan unilateral contract. Suatu perjanjian dikatakan sebagai bilateral contract apabila kedua belah pihak menurut hukum dapat dipaksa untuk memenuhi apa yang telah mereka sepakati bersama. Sedangkan unilateral contract hanya membutuhkan satu pihak saja untuk dipaksa mematuhi perjanjian.

Sebuah perjanjian asuransi jiwa adalah suatu perjanjian unilateral di mana penanggung memberikan janji akan memberikan jaminan kepada tertanggung sebagai timbal-balik atas pembayaran premi. Sementara di pihak lain, tertanggung tidak memiliki janji untuk membayar premi, bahkan sebaliknya, tertanggung dapat saja membatalkan pertanggungan. Konsekuensinya, penanggung pun tidak akan melaksanakan janjinya. Dengan demikian pihak yang harus pertama kali mematuhi janji adalah penanggung sebagai cermin dari berlakunya prinsip unilateral contract.

Oleh karena itulah perjanjian asuransi harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPer yaitu,

1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.
Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif. Misalnya jual beli sebuah mobil, harus jelas merk apa, buatan tahun berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan sebagainya. Semakin jelas semakin baik. Tidak boleh misalnya jual beli sebuah mobil saja, tanpa penjelasan lebih lanjut.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi adalah tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut.
KUH Perdata memberikan kebebasan berkontrak kepada pihak-pihak membuat kontrak secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan mengikat, asalkan memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KHU Perdata. Jadi, kontrak tidak harus dibuat secara tertulis.


7.      Doktrin Contra Proferentem
Doktrin Contra Profrentem menyatakan bahwa jika suatu perdebatan muncul karena hal yang ambigu (dapat ditafsrikan menjadi beberapa arti/akibat) didalam bahasa kontrak, perdebatan tersebut harus diselesaikan dengan keuntungan pihak tertanggung (insured, dalam hal ini nasabah)
Contra Proferentem (bahasa latin untuk "kebalikan dari orang yang menawarkan") adalah ketentuan yang menyatakan apabila arti sebuah provisi kontrak menimbulkan keambiguitasan (dapat ditafsirkan menjadi beberapa arti/akibat), maka keuntungan akan berada di pihak lawan orang yang membuat kontrak atau menyediakan provisi tersebut.
Dalam persidangan yang melibatkan kontrak asuransi jiwa, pihak pengadilan biasanya cenderung menginterpretasikan keambiguitasan tersebut untuk keuntungan pihak tertanggung (nasabah), dengan asumsi bahwa pihak penangung (perusahaan asuransi) seharusnya dapat menulis kontrak lebih baik.

Doktrin Niat Baik dan Keadilan (Doctrin of good faith and fair dealing)
Doktrin Niat Baik dan Keadilan menegaskan bahwa setiap pihak yang terlibat didalam kontrak dilarang untuk melanggar hak dan kepentingan pihak lainnya.
Doktrin ini berlaku saat pihak penanggung (perusahaan asuransi) melakukan tindakan yang tidak adil terhadap pihak tertanggung (nasabah). Dengan kata lain, pihak penanggung (perusahaan asuransi) harus selalu ingat bahwa kepentingan pihak tertanggung (nasabah) adalah perihal pembayaran klaim.

Doktrin harapan (Doctrin of Reasonable Expectation)
Doktrin ini digunakan pengadilan untuk menginterpretasikan bahasa polis.
Misalnya saja, pihak tertanggung (nasabah) mempunyai harapan tertentu akan suatu fasilitas yang berasal dari sumber diluar apa yang tertera dipolis (bisa berasal dari iklan perusahaan asuransi jiwa). Apabila terjadi masalah, pihak pengadilan akan lebih cenderung untuk memenuhi harapan pihak tertanggung (nasabah) tersebut.
Mari kita alihat contoh. Sebuah iklan perusahaan asuransi jiwa menimbulkan keambiguitasan sehingga muncul kesan bahwa kecelakaan ditanggung oleh polis asuransi. Namun pada saat kecelakaan tersebut terjadi dan pemegang polis mengajukan klaim, pihak asuransi menolak klaim tersebut.
Pemegang polis kemudian memperkarakannya ke pengadilan. Dalam masalah ini pengadilan akan menginterpretasikan provisi tersebut dengan mengacu pada harapan yang dimiliki oleh pihak tertanggung (nasabah).

Keberpihakan (Unconscionability)
Doktin ini menegaskan bahwa ketidakadilan atau keberpihakan pada satu pihak di kontrak asuransi jiwa tidak dapat ditolerir, atau keabsahannya dibatasi oleh pengadilan sehingga provisi yang ada tetap adil dan tidak berat sebelah.
Jadi, apabila suatu waktu nanti Anda menghadapi situasi dimana pihak penanggung merasa dapat melakukan suatu kecurangan, ingatkan saja mereka pada ketentuan asuransi jiwa.

8.      Kontrak  dapat  digolongkan  sebagai  bargaining  contracts   atau  contracts   of  adhesion .  Anggaplah  umpamanya  pada  waktu  anda  membuat kontrak  dengan  perusahaan   kontruksi   A   untuk  membangun  gedung,  dilakukan pembicaraan  mengenai  isi   kontrak.   Anda  meminta  perusahaan  kontruksi   supaya  menentukan  jadwal   waktu  penyelesaian  gedung,  material  yang  dipakai  dan   cara  penyelesaian  dan   penyerahan kontruksi   terakhir.   Sebaliknya  pihak   kontraktor  memberikan  penawaran untuk  semua   itu.   Misalkan  anda  kemudian  bernegosiasi dengan  perusahaan   kontruksi   hingga   tercapai   persetujuan  kontrak  dengan  anda.  Maka  cara seperti   ini   merupakan  contoh  bargaining,   dimana  kedua   belah  pihak secara  bersama‐sama menetapkan syarat‐syarat dan ketentuan kontrak.   

Polis   asuransi  jiwa   bukanlah   kontrak  bargaining.   Asuransi  jiwa   termasuk contracts   of   adhesion ,  yaitu  kontrak   yang  dipersiapkan  oleh   satu   pihak  dan   harus diterima  atau   ditolak   secara   keseluruhan  oleh   pihak  lain.   Pemohon  berhak  memilih  syarat‐syarat   atau  ketentuan  tersebut   dalam   kontrak  dan   kemudian kontrak dapat disetujui  atau  ditolak secara  tertulis oleh  perusahaan  asuransi jiwa.  

Oleh   karena   polis   asuransi  jiwa   merupakan  kontrak  adhesion   dan Pemilik Polis   tidak  diperkenankan  ikut   serta  dalam   menentukan  syarat‐syarat   umum   polis  dan   pembuatan   tulisan   dari   kontrak,   maka  bagian polis   yang  tidak  jelas   isinya  biasanya   ditafsirkan  oleh   pengadilan dengan  sangat menguntungkan kepentingan Pemilik Polis  atau Penerima Manfaat/Ahli Waris. 



Previous
Next Post »

5 Komentar

Click here for Komentar
Anonim
admin
14 Januari 2014 pukul 12.31 ×

ini soal dari pak Ketut Sendra ya???
STMA Trisakti???

Reply
avatar
Anonim
admin
14 Januari 2014 pukul 19.40 ×

ini soal dari pak ketut ya ka???

Reply
avatar
Anonim
admin
8 Desember 2014 pukul 10.18 ×

Ass, kalo cari kontrak informil referensinya dari buku apa yaa?

Reply
avatar
Unknown
admin
25 Mei 2016 pukul 16.27 ×

kaka semester berapa ka?

Reply
avatar
Unknown
admin
22 Maret 2017 pukul 05.36 ×

waah saya lagi diajar pak Ketut nih di vokasi UI

Reply
avatar

Terima kasih atas komennya,
Sering-sering mampir kesini ya...he.. he... ConversionConversion EmoticonEmoticon